Torayapos.co.id-Toraja Utara,–Kejaksaan Negeri Cabang (Kejacab) Rantepao Kabupaten Toraja Utara (Torut) telah menetapkan 3 tersangka untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek peningkatan jalan Bangkelekila’ – To’yasa tahun anggaran 2018.
Ketiga tersangka itu adalah ATR selaku penyedia atau rekanan dan BTP selaku PPK dan pada tanggal 7 November 2023, kemudian menyusul AS selaku perencana dan ditetapkan tersangka pada 19 Maret 2024.
Kuasa hukum ATR, Ghemaria Parinsing, SH didampingi keluarga ATR, Rudy Rantepasang kepada media di Rantepao, Senin, 1 Maret 2024 menyampaikan bahwa kliennya tidak bersalah, tidak melakukan korupsi seperti yang dituduhkan.
Untuk membuktikan klienya tidak bersalah, kata Ghemaria, pihaknya telah melakukan pengukuran kembali dengan melibatkan konsultan ternama dari titik nol hingga titik 7000 meter, dan sudah menyiapkan sejumlah barang bukti untuk dibawa dalam persidangan nantinya.
Dijelaskan, bahwa penetapan tersangka ada beberapa kejanggalan, diantaranya hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) selaku instansi yang berwenang memeriksa keuangan tidak dilampirkan tetapi menggunakan acuan perhitungan kerugian negara yang dibuat dinas Inspektrat. Hasil pengukuran tidak melibatkan rekanan, jadi kesannya sepihak karena tidak ada berita acara pengukuran kembali yang ditanda tangani pihak-pihak terkait termasuk rekanan. Kemudian dirinya juga mempertanyakan kenapa konsultan pengawas tidak ditersangkakan padahal dalam proses pencairan anggaran itu berdasarkan laporan dan tanda tangan pengawas.
Terkait dengan kejanggalan-kejanggalan itu, ujar Ghemaria, sehingga pihaknya mengajukan gugatan praperadilan di PN Makale, namun hakim tunggal praperadilan tidak mengabulkannya.
“Dari dulu saya katakan sangat mendukung yang namanya pemberantasan korupsi tetapi jangan ada tindakan sewenang-wenang untuk mentersangkakan orang,” kata Ghemaria.
Lebih lanjut dikatakan, berdasarkan audit BPK tahun anggaran 2018 untuk pekerjaan poros Bangkelekila’-To’yasa tidak ada temuan kerugian negara tetapi hanya menemukan keterlambatan, sesuai aturan rekanan harus membayar keterlambatan ke kas negara, dan saat itu rekanan telah membayarkan dendanya, sehingga tidak ada masalah lagi. Dan bahkan pekerjaan tersebut ada beberapa kelebihan pekerjaan yang tidak dihitung dan hal ini oleh BPK dianggap sebagai sumbangan ke negara. Sehingga proses serah terima dilakukan rekanan kepada PPK kemudian PPK menyerahkan kepada kuasa penggguna anggaran, yang artinya pekerjaan telah selesai.
Disebutkan, kliennya sebelum ditetapkan tersangka, pernah dipanggil beberapa kali pihak kejaksaan, dan pernah diminta kejaksaan menyediakan dana untuk mendatangkan ahli konstruksi dari provinsi sehingga kliennya bersedia dan memberikan dana namun hingga kliennya ditetapkan tersangka tidak pernah dipanggil untuk menghadiri pengukuran. Hasil pengukuran tersebut hanya dilakukan sepihak tanpa menghadirkan rekanan padahal seharusnya melibatkan rekanan.
“Coba lihat di putusan MA dan undang-undang Tipikor, satu-satunya lembaga yang bisa menyatakan kerugian negara hanya BPK, tidak ada yang lain. Dan itulah alasan kami menyatakan bahwa penetapan tersangka ini terlalu dipaksakan. Tapi OK lah, kita akan buktikan itu di persidangan. Kita berharap majelis hakim objektif dan adil dalam menyidangkan perkara ini” pungkasnya
Diketahui anggaran poros Bangkelekila’ – To’yasa TA. 2018 berdasarkan nilai kontrak sebesar Rp 7.002.621.000 (tujuh milyar dua juta enam ratus dua puluh satu ribu rupiah). (yoel).
Komentar