Torayapos.co.id- Tana Toraja,– Hasil identifikasi Bawaslu Kabupaten Tana Toraja menilai ada 2 potensi kerawanan pelanggaran yang muncul usai penetapan daftar pemilih sementara atau DPS melalui rapat pleno terbuka rekapitulasi DPS Pemilihan serentak 2024 di Aula Hotel Pantan Makale, Sabtu 10 Agustus 2024, yang digelar KPU Kabupaten Tana Toraja.
Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat dan Humas (HPPH) Bawaslu Kabupaten Tana Toraja, Theofilus Lias Limongan menguraikan kedua kerawanan tersebut.
Pertama ada 801 Pemilih yang berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu dan jajarannya di lapangan pemilih tersebut seharusnya memiliki hak pilih karena telah dicoklit dibuktikan dengan kepemilikan dokumen kependudukan.
Kedua, adalah berdasarkan hasil pleno KPU terdapat sebanyak 3.345 Pemilih dengan kategori “Tidak Dikenali” karena tidak bisa ditemukan saat coklit dilapangan tapi tetap diakomodir masuk dalam DPS sebagai pemilih yang “Memenuhi Syarat”.
Kuhusus untuk 801 pemilih kata Theofilus Lias Limongan, itu sudah berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu dan jajarannya di lapangan, pemilih tersebut seharusnya memiliki hak pilih karena telah dicoklit dibuktikan dengan kepemilikan dokumen kependudukan.
Namun, katanya, berdasarkan keterangan dalam rapat Pleno DPS KPU, status Pemilih tersebut dinyatakan ditangguhkan, tidak masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS).
Padahal menurut Theo, hasil Analisis Laporan Hasil Pengawasan, pemilih ditangguhkan terjadi karena berdasarkan data pada Sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) DUKCAPIL setelah disinkron dengan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) KPU terdapat Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak aktif, data kependudukan dinyatakan tidak ditemukan di aplikasi SIAK.
“Berdasarkan PKPU 7, Keputusan KPU nomor 799 dan Surat Edaran KPU nomor 27 tahun 2024 tidak ada yang mengatur adanya kategori Pemilih ditangguhkan” pungkasnya.
Untuk itu, kata Theo, berdasarkan Pasal 13 PKPU 7 tahun 2024 tentang prosedur pemutakhiran data dilakukan dengan pencocokan KTP, KK, Biodata Kependudukan atau IKD dimana ketika itu terpenuhi maka tidak ada alasan untuk tidak mendaftarkan sebagai pemilih.
Theo mengingatkan pihak KPU Kabupaten Tana Toraja agar bekerja lebih hati-hati dan profesional supaya tidak terjadi adanya pemilih yang hilang hak pilihnya karena bisa berdampak hukum.
“Berdasarkan pasal 178 UU 10 tahun 2016 menegaskan bahwa menghilangkan hak pilih seseorang dipidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 24 bulan serta denda minimal 12 juta dan maksimal 24 juta,” kata Theo.
Potensi pelanggaran yang kedua, jelas Theo, adalah berdasarkan hasil pleno KPU terdapat sebanyak 3.345 Pemilih dengan kategori “Tidak Dikenali” karena tidak bisa ditemukan saat coklit dilapangan tapi tetap diakomodir masuk dalam DPS sebagai pemilih yang “Memenuhi Syarat”
Terkait kedua hal itu, kata Theo, pihak Bawaslu Tana Toraja meminta pihak KPU Tana Toraja untuk segera berkoodinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tana Toraja untuk mencari solusi atas kepastian status 801 pemilih yang dikategorikan “Ditangguhkan”
Dan, KPU juga diminta berkoordinasi dengan Dukcapil mencari solusi terahdap 3.345 pemilih yang dinyatakan tidak dikenali lalu tetap masuk dalam DPS karena hal ini berpotensi dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk dimobilisasi pada Hari H pencoblosan. (*/yoel).
Komentar