Sertifikat itu diserahkan langsung oleh Plt. Direktur Jendral (Dirjen) Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI, Ir. Razilu, M.Si kepada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya di Hotel Heritage, Kecamatan Kesu, Jumat (25/3/2022).
Daftar 125 ekspresi budaya tradisional (ukiran Toraja) itu mendapat perlindungan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
AMAN Toraya sebagai kustodian atau penanggung jawab menerima Sertifikat Hak Cipta Kekayaan Intelektual Komunal secara sah yang diwakili oleh Ketua AMAN Toraya, yakni Romba’ Marannu Sombolinggi.
Sebagai informasi sejak tahun 2016 silam, pengusulan hak cipta ke Kemenkumham RI atas pertimbangan banyak pihak telah menyalahgunakan ukiran-ukiran Toraja, dari segi kepentingan bisnis dan lainnya yang menyalahi arti dan makna dari setiap jenis ukiran.
Sehingga, beberapa pemuda peduli terhadap budaya Toraja seperti Romba’ Marannu Sombolinggi, Brikken Linde Bonting dan Belo Tarran melalui AMAN Toraya mencari jalan agar ukiran-ukiran Toraja memiliki hak cipta.
Membangun komunikasi lewat pemerintah daerah dua kabupaten, kemudian kandas dan tidak ada kejelasan, akhirnya pemuda menemukan sosok Tokoh Toraja di Jakarta, yakni Irjen Pol (Purn) Matius Salempang yang juga sebagai mantan Kapolda Sulsel pada tahun 2016 dan mantan Kapolda Kalimantan Timur.
Pemuda Toraja bersama Bapak Matius Salempang dan para Tokoh Toraja lainnya ikut bergabung akhirnya melaporkan usulan tersebut ke Kemenkumham RI dengan berbagai banyak proses dan tantangan.
Setelah menerima Sertifikat Hak Cipta Kekayaan Intelektual Komunal kepada media, Matius Salempang menjelaskan, perjuangan lima tahun mendapatkan pengakuan tersebut tidaklah mudah, dan semata-mata untuk Toraja.
“Saya merasa puas karena perjuangan kita berbuahkan hasil, terima kasih yang sudah terlibat, kami tidak bermaksud hebat, semua ini terjadi karena orang Toraja dan masyarakat harus tahu ukiran Toraja sudah punya hak cipta sehingga tidak disalahgunakan lagi,” ujarnya.
Matius Salempang mengingatkan pula bahwa, agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat, sebaiknya pemerintah daerah di dua kabupaten dapat duduk bersama dengan masyarakat adat untuk membahas kelanjutan bagaimana menjaga ekspresi budaya tradisional.
“Sebaiknya duduk bersama, dan kedepan semoga ada Perda yang mengatur tentang bagaimana aturan motif ukiran Toraja dapat dipakai sesuai acaranya,” pesannya.
Sementara itu, Romba’ Marannu Sombolinggi menceritakan saat pengajuan hak cipta di Kemenkumham ada 32 wilayah adat yang hadir memberi dukungan dan akhirnya membuat tim untuk menyampikan keresahan-keresahan tentang penggunaan ukiran yang tidak sesuai pada tempatnya.
“125 jenis ukiran Toraja ini di daftarkan Bapak Matius Salempang ke Kemenkumham, kami berjuang bersama-sama, AMAN Toraya sebagai penanggung jawab, dan surat pengakuan ini menjadi milik kita bersama orang Toraja,” ungkapnya.
Kata Romba, bagi masyarakat baik pemerintah daerah jangan berfikir ini milik pribadi bagi yang telah berjuang, namun milik semua masyarakat adat Sangtorayaan.
“Terima kasih untuk semua pihak telah terlibat, Bapak Matius Salempang membantu berjuang bersama, Tokoh Toraja di luar daerah dan salah satu mantan Bupati Tarsis Kodrat,” tutupnya.
Brikken Linde Bonting menambahkan, diluar sana banyak yang hanya berbicara terkait penyalahgunaan ukiran sebagai bagian dari budaya Toraja, namun tidak ada tindak lanjut seperti yang telah dilakukan para pejuang di Kemenkumham RI.
“Langkah luar biasa sebagai perjalanan panjang, masyarakat Toraja dan Diaspora dengan didaftarnya kejayaan hak intelektual bagi ukiran-ukiran ini perlu kita jaga bersama-sama,” harapnya.
Lanjut Brikken, kedepan masih ada tantangan yang harus dilalui bersama, dan mari bersama menjaga eksistensinya dan hak kekayaan intelektual begitu nyata.
Penyerahan 124 surat pencatatan inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional (ukiran) lainnya akan diserahkan bulan Mei di Makassar oleh Kemenkumham RI. (*)
Komentar