oleh

Hadapi Putusan Perkara Lapangan Gembira, Masyarakat Adat Ba’lele akan Gelar Ritual Ma’pallin

Torayapos.co.id-Toraja Utara,– Masyarakat adat Ba’lele kembali gelar musyawarah di Tongkonan Barra’ Barra’ Ba’lele, Sabtu (3/9/2022),  dalam persiapan mendengarkan keputusan Pengadilan Negeri Makale  terkait dengan perkara perdata Lapangan Gembira yang  sesuai jadwal putusannya pada hari Rabu, 14 September 2022.

Pertemuan tersebut juga dihadiri langsung tokoh adat dari Buntao bernama Pong Barumbun. Ia mengaku hadir dalam musyawarah itu sebagai bentuk keprihatinannya terhadap perkara perdata Tanah Lapangan Gembira.

Musyawarah tersebut salah satu yang disepakati yakni  akan dilaksankannya kegiatan  Ritual Ma’Pallin dan bertempat di lokasi eks Lapangan Gembira.

Dijelaskan Pong Barumbun bahwa Ritual Ma’Pallin itu salah satu ritual acara tentang tanah. Jika di tanah itu sudah terjadi banyak dosa, banyak kesalahan, banyak pelanggaran (Pemali). Misalnya, tiba-tiba ada orang luar datang mengklaim itu tanahnya. Jadi kesalahan-kesalahan itu yang dibersihkan lewat ritual Ma’Pallin.

“Dalam acara ritual Ma’Pallin nantinya akan diungkapkan tentang Tuhan di atas langit yang disebut orang Toraja Pongmatua, Puang Bangairan di Bumi dan Puang Tulak Padang dibawah tanah. Jika ini ada kesalahan mohon diampuni seperti itu. Karena, kami mau berjuang tentang tanah ini. Apakah memang ini Tuhan karuniakan buat leluhur kami atau leluhurnya penggugat ,” jelas Pong Barumbun.

Dalam ritual adat Ma’Pallin akan dikorbankan empat ekor babi,  dua ekor babi untuk pemangku adat secara khusus dari sembilan Tongkonan di Ba’lele yang punya tanah adat, dan dua ekor babi untuk masyarakat.

“Dalam ritual Ma’ Pallin nantinya juga ditanam pohon Sendana. Pohon Sendana itu diyakini orang Toraja tidak sembarang digunakan. Punya getah seperti darah manusia yang disebut kayu ma’ rara tau. Jadi mudah-mudahan kada tau (ucapan manusia) yang muncul,” katanya.

Pong Barumbun meyakini bahwa Tanah Lapangan Gembira  adalah milik warga Ba’lele yang telah diberikan ke pemerintah untuk kepentingan umum.

“Saya yakin  Lapangan Gembira itu tanah adat leluhur warga Ba’lele. Karena, dua leluhur saya di gunakan untuk upacara adat Rapasan Barata. Di mana, daging kerbau dibagi di pasar yang disebut pakande to ma’ pasa’ ba’tu ma’ babangan pasa’, dua-duanya  pinjam tanah adatnya warga Ba’lele yaitu tanah Lapangan Gembira, makanya disebut Rante menduruk. Rante menduruk itu karena di yakini orang Toraja bahwa nama adalah doa dan nama adalah peristiwa. Rante artinya alun- alun dan Menduruk artinya cari nafkah. Jadi itu tempatnya leluhur orang Ba’lele berdoa pada Tuhan mudah-mudahan tempat cari nafkah orang lain,” jelas Pong Barumbun. (yoel).

Komentar